Penciptaan Ekosistem Internet Yang Positif Untuk Membentuk Generasi Pemuda Sehat Mental


Kamu sering mendengar berita maraknya perkosaan anak di bawah umur belakangan ini? Berita terbaru yang sempat heboh belakangan ini bisa kamu lihat dari kisah Yuyun. Bocah SMP yang berdomisili di Padang Ulang Tanding Provinsi Bengkulu tersebut di perkosa dan dibunuh oleh 14 orang pemuda. Dari ke 14 orang itu, dua di antaranya masih berumur di bawah 17 tahun! Jika dipikir dengan akal sehat, rasanya tidak mungkin anak – anak tersebut melakukan perbuatan keji seperti itu tanpa dilatar belakangi oleh hal apapun.

Kasus di atas hanya salah satu contoh dari maraknya kasus asusila yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Jika kamu mau menelusuri lebih dalam lagi, banyak sekali kasus – kasus kriminal lainnya yang pelakunya masih berusia dini. Yang uniknya lagi, banyak para pelaku yang mengaku terinspirasi melakukan tindak kriminal seperti itu dari internet. Lantas, layakkah internet dijadikan kambing hitam?

Internet itu bisa diibaratkan seperti alam liar. Semua informasi Positif dan negatif terpampang dengan jelas. Apalagi saat ini, Internet begitu mudah untuk diakses siapapun. Saking mudahnya, bocah SD ingusan pun bisa mengaksesnya. Hanya dengan bermodalkan modem ataupun Smartphone plus sekali klik setiap orang bisa langsung terhubung ke internet. Tidak punya keduanya? Tinggal pergi ke Warung Internet saja. Beres kan? Namun, kemudahan itu ternyata menjadi pisau bermata dua. Internet yang harusnya menjadi salah satu jendela untuk melihat dunia menjadi neraka maya yang mampu menyeret setiap orang masuk ke neraka sungguhan. Berlebihan? Saya rasa tidak.

Sebenarnya, internet tidak patut di kambing hitamkan sebagai penyebab rontoknya moral bangsa. Internet itu sendiri jika dikaji secara simpel hanya berupa kumpulan informasi yang bisa di akses dengan menggunakan jaringan komputer. Tadi saya sempat mengibaratkan internet dengan alam liar. Perumpamaan itu sudah cukup untuk menggambarkan internet secara keseluruhan. Internet hanya merupakan sebuah wadah yang menampung informasi yang di input oleh jutaan masyarakat di dunia. Banyaknya informasi yang tersebar membuat internet menjadi tempat yang berbahaya seperti halnya alam liar. Pengguna internet juga bisa di ibaratkan seperti hewan liar yang tinggal disana. Internet memiliki pembagian zonanya sendiri sehingga jika kamu merasa belum cukup kuat secara mental lebih baik jangan berani main – main ke zona yang belum waktunya kamu masuki.

Jadi semua tergantung mental pengakses? benar sekali. Orang dewasa yang membuka situs bokep cenderung masih dapat mengontrol nafsunya, apalagi jika orang tersebut sudah menikah. Bisa saja kan mereka membuka situs tersebut hanya untuk referensi?. Lain halnya jika pengakses situs tersebut ialah bocah ingusan labil yang masih mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Sifat ingin tahu yang tinggi sebenarnya sangat baik jika bisa dikontrol dengan baik pula. Sifat ingin tahu yang terlalu tinggi akan berubah menjadi nafsu yang menggebu – gebu. Jika sudah seperti itu, nafsu tersebut akan mengambil alih fungsi otak dan pikiran rasional akan langsung lenyap dalam sekejap..

Untuk menanggulangi hal tersebut, belum lama ini pemerintah melalui kementrian komunikasi dan informasi mulai menjalankan program Trust+ atau lebih akrab dikenal dikalangan surfer dunia maya sebagai internet positif. Apa itu program Internet positif/Trust+? Trust+ merupakan program dari kemenkominfo yang bertujuan untuk menciptakan internet aman dan nyaman untuk sebuah kalangan. Kemenkominfo berkerjasama dengan pihak Internet Service Provider untuk memblokir situs – situs tidak sehat. Jika pengakses internet mengakses situs yang diblokir tersebut, maka pengakses akan dialihkan ke URL yang disediakan oleh masing – masing ISP. Dengan adanya program ini maka pengaksesan informasi yang diterima masyarakat dapat sedikit terfilter. Cuma sedikit? Ya sedikit.

Menurut pandangan saya, program Trust+ saja tidak cukup untuk menanggulangi teraksesnya informasi yang tidak sehat. Trust+ memakai sistem yang hanya memblokir suatu situs yang telah di daftarkan sebelumnya dengan memakai IP (Internet Protocol) pengakses menggunakan Internet Protocol. Internet Protocol yang bisa di blokir dengan sistem ini hanya Internet Protocol yang berasal dari Indonesia saja. Karena Itulah Trust+ dapat dengan mudah di bypass dengan cara mengganti IP komputer kita dengan IP luar negeri. Walaupun demikian, usaha pemerintah untuk menekan masuknya informasi tidak sehat ke masyarakat sudah patut di apresiasi.

Jika situs yang dibuka di blacklist, maka pengguna akan di redirect ke HomePage Internet Positif

Selain Trust+ sebenarnya ada beberapa program yang layak di terapkan untuk setidaknya menekan angka pengaksesan situs – situs tidak layak tayang di Indonesia. Berikut beberapa di antaranya :
  • Dibuatnya pembagian bilik pada warnet yang hanya dapat diakses oleh Warga Negara Indonesia yang mempunyai KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan Bilik untuk pelajar yang hanya bisa digunakan jika pelajar memiliki kartu pelajar.
  • Satu nomor kartu perdana untuk satu KTP sehingga hanya orang – orang yang sudah siap secara lahir batin saja yang bisa membelinya.
  • Disediakannya Smartphone khusus Pelajar sekolah dasar dan SMP yang hanya memiliki fitur yang bisa menunjang proses pendidikan, seperti e-book contohnya.
  • Setiap pembelian kartu perdana harus disertai informasi yang akurat dan terpercaya agar pengguna yang memanfaatkan internet untuk melakukan kejahatan dapat terlacak dengan mudah.

Beberapa tatanan program tadi hanya sekedar opini pribadi saya sebagai pengguna Internet yang turut prihatin dengan penyalahgunaan teknologi yang sebenarnya banyak memiliki dampak positif. Mungkin kamu punya opini yang lebih baik?

Untuk mewujudkan Internet Positif untuk semua tentu bukan merupakan sebuah pekerjaan yang mudah. Setiap aspek terkait harus dapat bekerjasama dan saling mendukung dalam melaksanakan program ini.. Selain dari pemerintah, keluarga juga mempunyai peran yang sangat penting dalam menciptakan internet positif untuk semua. Orang tua harus mampu mengontrol apa yang dilihat anaknya di gadget mereka. Karena mindset “sayang anak”, orang tua seringkali selalu menuruti apa yang buah hatinya inginkan. Dalam kasus ini, orang tua seringkali membelikan gadget – gadget canggih yang memiliki fungsi mengakses internet ke anak mereka padahal usia mereka sebenarnya belum cukup umur untuk memegang peralatan teknologi canggih tersebut. Padahal, jika dikaji ulang pemberian gadget (Seperti Smartphone) dapat membuat informasi yang diterima anak menjadi tidak dapat terkontrol lagi. Pemberian gadget ke anak di bawah umur seharusnya dapat mendukung perkembangan mereka jika orang tua sanggup memonitoring penggunaan fitur gadget yang dilakukan oleh anaknya. Untuk memulainya orang tua cukup melihat history internet yang mereka akses, homepage yang langsung mengarah ke situs ramah anak, dan dan penginstalan aplikasi – aplikasi penunjang pembelajaran lainnya. Pengendalian ini mau tidak mau memang harus dilakukan. Jika tidak, akan dapat dipastikan semakin maraknya bocah – bocah miris lainnya yang mengisi headline media massa. Dan tentu saja dalam kadar negatif.

Jika sebuah ekosistem Internet Positif sudah tercipta, saya yakin nantinya mental sehat di kalangan generasi penerus bangsa akan tercipta dengan sendirinya. Jangan biarkan bocah – bocah  generasi penerus bangsa itu tenggelam dalam keterpurukan hanya karena tidak dapat mengontrol informasi yang mereka dapatkan dari internet. Intinya, internet yang sehat merupakan faktor yang penting untuk membentu suatu bangsa yang bermoral, elegan, dan terdidik.


Subscribe to receive free email updates:

4 Responses to "Penciptaan Ekosistem Internet Yang Positif Untuk Membentuk Generasi Pemuda Sehat Mental"

  1. Mantap bang (y). Tetapi kalo cuma mengganti IP(internet protocol) menurut saya bocah ingusan pun bisa.jadi bisa dikatakan program pemerintah untuk memfilter informsi itu belum efektif,dan terkesan kewalahan.tetapi setidaknya pemerintah sudah berusaha.apakah diperlukan Squad khusus dari IT yang memantau informasi yang masuk?mungkin dibentuk biro pemerintah khusus yang harus menangani arus informasi yang sulit di saring dan dibendung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tergantung bocah ingusan yang mana dulu hahha. Saya rasa jika hanya bocah ingusan biasa yang belum terkontaminasi dengan hal - hal berbau negatif sepertinya sangat tidak mungkin mereka mempunyai motif yang cukup kuat untuk mempelajari hal seperti itu. Memang pemfilteran informasi itu terlihat sulit dan kurang efektif untuk menangani hal seperti ini, informasi tidak hanya datang dari internet saja, tapi bisa dari berbagai sumber lain seperti jaringan pergaulan. Karena itu, saya katakan tadi di atas peran orang tua itu sangat penting, karena filter pertama yang cukup ampuh untuk menyaring informasi ialah orang tua :)

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus